Joongla: Pop Up Dining di Tengah Pasar Cihapit

Mencintai Indonesia bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui makanan serta pelestarian rasa, sejarah dan budaya di baliknya. Hal ini bisa dilihat dan dirasakan dari pengalaman aku makan di Joongla.

 

Joongla merupakan sebuah pop up dining experience yang menyajikan makanan khas nusantara dengan kemasan modern di tengah Pasar Cihapit, Bandung. Terinspirasi dari bahasa Spanyol (jungla, yang artinya hutan), Joongla mengibaratkan ranah kuliner nusantara sebagai hutan yang penuh harta karun dengan cerita-cerita yang belum pernah didengar atau perlu diceritakan ulang. Maka, Joongla tidak hanya menghadirkan masakan Indonesia, tapi juga menyuguhkan pengunjung dengan narasi menarik di balik sajian dan bahan yang digunakan.

 

Punya daya tarik tersendiri, Joongla sangat diminati pecinta makanan terutama yang penasaran dengan skena gastronomi nusantara unik di Bandung. Saking tingginya minat, butuh perjuangan untuk bisa makan di Joongla. Hingga saat ini, Joongla hanya menerima reservasi dan menggelar dua sesi sore dan malam di hari Sabtu dan Minggu dengan seating yang terbatas untuk enam orang per sesinya.

 

Joongla mengusung tema yang berbeda-beda berdasarkan daerah asal makanan yang disajikan yang berjalan selama 3 bulan. Kali ini, inspirasi datang dari Pulau Jawa yang bertajuk “Dari Mata Elang Jawa Turun ke Hati.” Bulan Desember menjadi musim terakhir untuk episode ini, dan aku beruntung sekali sudah memenangkan sayembara dan berkesempatan untuk mencicipi sajian menarik dari Pulau Jawa.

 

Mini Tour Sebelum Makan

 

 

Sesi dibuka dengan tur yang meliputi gerai FnB di dalam Pasar Cihapit. Aku dan rombongan diperkenalkan dengan Nasi Telur, Los Cihapit, Totokin Dendeng, Ayam Pedas Tjihapit, Warung Bu Eha, Bakmi Feng, Konklusi, juga Rama Ramen dan Ong Noodle dan sempat mencicipi beberapa sampel kreasi mereka. Ka Jesty yang hari itu menyambut dan menjadi tour guide cerita di beberapa sesi sebelumnya, pengunjung diperkenalkan juga dengan Gang Nikmat dan Seroja Bake.

 

Rama Ramen dan Ong Noodle menjadi titik tur terakhir, di mana kami dikejutkan dengan pembukaan rolling door dari gerai yang tampak gelap di sebelahnya. Di baliknya, ada meja dan kursi yang tertata rapi ala restoran, dapur terbuka dan berdiri dua chef yang menyambut kehadiran kami, yakni Chef Nugraha dan Chef Kemal. Kami pun dipersilahkan duduk dan disuguhi dengan handuk basah untuk refreshment.

 

Pengalaman Makannya adalah Cerita Tersendiri

 

 

Seperti alur cerita yang bagus, pengalaman makan di Joongla pun terasa mengalir. Sebagai sambutan, pengunjung disuguhi kudapan kecil yang dibuat dari sisa bahan-bahan dapur. Kali ini, kami dapat bayam goreng dengan topping acar timun dan saus mayo dan tauco Cap Meong dari Cianjur. Renyah dan ringan, dari sinilah perjalanan kuliner mengelilingi Pulau Jawa dimulai!

 

Hidangan pembuka episode ini adalah Lalapan, terinspirasi dari budaya di tanah Sunda yang menjadikan sayur sebagai pelengkap makanan. Sajian ini terdiri dari sayuran mentah, yakni bayam merah, kemangi, tomat ceri, timun, tespong, selada dan buah arbei dari Lembang yang dipadukan dengan saus peterseli kelapa. Menariknya, ada rasa unik dari selada yang dibakar dan jadi cara baru untuk menikmati daun tespong yang biasanya dimakan dengan sambal. Rasanya asam, gurih, dan sedikit manis, jadi pembuka yang segar.

 

Lanjut ke hidangan utama pertama, yakni Mie Lethek Rawon. Joongla menggunakan mie lethek Cap Garuda yang didatangkan dari Bendo, Bantul, DIY. Tekstur mie yang terbuat dari tepung singkong yang dicampur dengan singkong kering atau gaplek ini sedikit kenyal, seperti mi shirataki. Kuahnya sendiri gurih, sedikit pedas dari taburan abon dengan aroma kluwek yang kuat dan dibuat lebih kental dan creamy oleh santan.

 

Isi dari Mie Lethek ini juga memberikan lapisan tekstur yang menarik. Ada elemen kenyal dari mie lethek dan tumis jamur. Lalu ada elemen “meaty” empuk dari potongan daging ayam. Terakhir, potongan tahu pong memberikan tekstur unik yang sedikit garing tapi juga lembek dan berongga.

 

Sebelum memasuki hidangan utama kedua, kami disuguhi palette cleanser berupa Granita Konyal. Sederhana tapi menyegarkan, hidangan dingin ini rasanya manis dan asam dari konyal (markisa) dipadukan dengan jeli mangga dan daun mint yang wangi. Lidah jadi refreshed, siap untuk melanjutkan perjalanan ke hidangan selanjutnya!

 

Tibalah di Smoor, hidangan utama kedua yang dibalut dengan gaya Eropa dan disajikan dalam piring kecil (atau penyajian Rijsttafel yang artinya ‘meja nasi’.) Smoor terdiri dari semur daging brisket dari Betawi, tumis lodeh dari Jawa Tengah, dan nasi jagung dari Jawa Timur. Semurnya gurih dan manis, teksturnya super empuk dari proses slow cook dengan sentuhan blow torch yang menambah kedalaman rasa. Kalau lodehnya punya konsentrasi rasa yang pekat dan ada aroma “gosong”-nya. Warnanya sedikit keabu-abuan, berisi jagung, labu dan terong dan ditabur daun pepaya goreng yang warnanya hijau vibrant. Jadi ada kontras tekstur dan warna.

 

Kedua lauk dengan citarasa yang kaya ini diselaraskan oleh nasi jagung yang terbuat dari campuran nasi putih dan nasi tepung jagung. Wangi jagung. Warnanya putih dan kuning jagung. Jagung. Jagung. Jagung! Rasanya ringan dan membuat lauk-lauknya menjadi pasangan yang serasi. Setiap suapnya semakin lengkap dengan kerupuk gendar yang renyah dari Solo dan sambal manis dengan hint kacang khas Yogyakarta.

 

Di antara makan, kami disuguhi lagi dengan dampingan kombucha stroberi yang menyegarkan. Sensasi fizzy di mulut, dingin, rasa asam dan harum stroberi menetralkan lidah dari ledakan rasa di sajian sebelumnya.

 

Saatnya mencicipi hidangan penutup yang dinamakan Brem Sri! Hidangan ini terbuat dari Brem Wonogiri yang dicampur dengan yogurt dan krim, dipadukan dengan krim ketan ungu, semprong beras merah, compote stroberi dan ketan hitam yang ditabur bubuk frozen brem dan parutan kulit jeruk nipis yang harum. Menurutku, Brem Sri adalah sajian yang paling menonjol dari semua makanan episode kali ini (disusul dengan Lalapan).

 

Rasa manis dari brem dipasangkan dengan segarnya stroberi, sedangkan tekstur yang creamy dari krim brem dan ketan dipadu dengan tekstur renyah dan “berpasir” dari semprongnya. Masing-masing elemen punya rasa, warna dan karakter tersendiri, tapi juga sangat harmonis ketika bersatu dalam mulut. Timbul rasa senang karena diperkenalkan dengan rasa baru dari cara pengolahan yang berbeda. Apalagi olahannya dari brem yang cukup sederhana dan memberikan kenangan tersendiri, khususnya untuk aku yang pernah tinggal di Jawa Tengah dan suka ngemil brem.

 

Sebelum pulang, kami pun diberikan bingkisan. Salah satunya ada kue kering yang lagi-lagi rasanya terinspirasi dari kue gambang atau ganjel rel khas Betawi dan Semarang. Ini jadi akhir yang manis dari perjalanan kulinerku di Pulau Jawa bersama rombongan.

 

Unik dan Tidak Tergantikan

 

 

Kesan unik dan berbeda dari satu episode ke episode lainnya tentu menjadi cerita yang tidak tergantikan. Puas karena chef/hostnya sangat interaktif dan juga informatif, bisa menyampaikan sejarah di balik sajian-sajiannya dengan cara yang tidak membosankan plus servis yang juga super cekatan dan ramah. Waktu yang dihabiskan terasa sangat intimate dan hangat, ini yang juga jarang ditemukan di tempat makan lainnya.

 

Sungguh sebuah pengalaman yang merangsang keseluruhan lima panca indera dari perpaduan rasa dan aroma, permainan tekstur, serta pertunjukkan warna yang memikat hati dan juga menggiurkan. Semuanya disajikan dalam tatanan wadah dan kreasi modern. Lengkap dengan alunan cerita yang menarik untuk memperkenalkan makanan khas Indonesia dan menggunakan bahan-bahan khas di setiap daerahnya. Wajib coba sekali seumur hidup!

 

Terima kasih untuk ka Mauludynna, Chef Nugraha, Chef Kemal, Ka Jesty dan Ka Hani atas pengalaman yang seru di episode kali ini. Semoga bisa berjumpa di kesempatan lain dan sangat menantikan kreasi keren di episode berikutnya. Terbukti sudah, pulang-pulang bisa bawa ilmu tentang kuliner Nusantara, punya kenangan yang manis dan lezat, dengan perut yang kenyang dan hati yang senang!

 

Untuk informasi lebih lanjut, kalian bisa kunjungi @joongla di Instagram atau situs web di www.joongla.id !


Sedikit nulis, sedikit lupa. Banyak nulis, jadi gak banyak lupa. Soalnya, tulis menulis bukan sekedar hobi, tapi jadi bagian hidup aku juga. Makanya selalu semangat buat abadikan semua momen, baik tertulis maupun terekam aja!




Dapatkan update artikel Uncov